Sepenggal Kisah Sang Maestro
Dari Denting Tetesan Air Sampai Piagam MURI
"Meskipun jalan kita segra kanmelintasi tebing terjal hutan lebat gunung dan lembah, ayo jangan bimbang kitamaju sajalah bawa t'rang Injil kebenaran. Bangkitlah hai bintang plakon baktidi alam sosial grejawi, terbitlah hai pemencar Nur Sakti, trangi tahta batininsane."
Potongan lirik lagu berjudul"Bintang Plakon Bakti" ini adalah sebuah karya masterpieceyang diciptakan seorang Meastro musik asal Desa Rumoong Atas, tepat di kakigunung Tareran, Minahasa Selatan. Lagu ini bahkan memberi pengaruh yang luarbiasa teradap pendengarnya.
Komposer yang lahir di Magelang JawaTengah pada tanggal 20 Juli 1937 ini bernama Johny Mapaliey. Karya-karya SangMaestro, buah cinta dari Serfius Mapaliey dan Fien Lumangkun ini, begitudikenal di dunia musik dan paduan suara gerejawi.
Saat dijumpai di kediamannya, Mapalieymembeberkan proses kreatif yang dialaminya dalam mencipta lagu. Iamenyampaikan, kreasi musik pertama yang dibuatnya di sekitaran tahun 1950 saatbaru berusia belasan tahun. Mapaliey mengaku nada pertamanya diciptakan dariorang-orangan sawah yang terbuat dari bahan bambu. Peralatan yang seharusnyadigunakan untuk mengusir Rinceng (jenis burung yang biasa memakan padi), dirancang sedemikianrupa dengan menggunakan bantuan aliran air dan desiran angin.
“Tak disangka, hasil kreasi saya itu bisa mengasilkan bunyi yang harmonis,”beber pria yang sempat mengecap bangku pendidikan di Sekolah Rakyat (SR)Sidikkalang Sumatera Utara pada masa pendudukan Jepang ini.
Tidak hanya itu ia juga mengatakan,sempat menciptakan nada-nada yang dibuat dari kincir angin dari bahan bambujuga memanfaatkan aliran air dan tiupan angin. Kali ini hasil kreasinyamengasilkan bunyi konstan menyerupai bunyi tambur hingga mengasilkan iramadasar yang sama dengan musik Maengket.
“Tiupan angin membuat kincir itu berputar. Saya sengaja memasang lempenganbambu di atasnya, yang dipukul oleh baling-baling kincir. Dibantu dengan suaradesiran angin dan aliran air, nadanya menyerupai tambur Maengket,” ungkap priaberuban yang pernah menjadi mahasiswa Jurusan Kesenian pada Pendidikan GuruSekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) Manado pada tahun 1967.
Setelah itu Mapaliey mulai intensmencipta. Ciptaan lagu petamanya yaitu lagu berirama musik kolintangberjudul Mars Kolintang dan KarangMaengket di tahun 1954. Ia mengaku kedua lagu ini sering dianggap berbedadengan lagu dan syair Maengket pada umumnya. Menurutnya, hal ini bisa terjadikarena, diciptakan sebagaimana lagu aslinya.
“Dulu ada beberapa orang tua saya yang sering mendengarkan lagu asli Maengket.Dari situ saya belajar. Cuma tidak serta merta mengikuti persisnya, referensiitu saya jadikan dasar,” aku Opa John, sapaan akrabnya.
Hingga saat ini, lagu yang telahdiciptakan komposer yang satu ini sudah berjumlah lebih dari 250 judul.Mapaliey juga mengaku sempat mendapatkan inspirasi untuk menciptakan nada-nadaindah dari denting tetesan air hujan yang menetes dari atap saung di persawahankeluarganya.
"Denting tetesan air menghasilkanmelodi yang indah dalam ritme yang teratur. Hal ini memberi sayainspirasi," ungkapnya dengan sedikit senyuman.
Selain itu, Opa John juga mendapatkan inspirasi dari segala sesuatu yangditangkap oleh kedua telinganya. Di antaranya adalah suara burung Manguni (otusmanadensis), ‘Kuwow’, dan ‘Sokope’ di kisaran tahun 1950.
“Memang ada lagu yang diciptakan lewat sesuatu yang didengar. Bukan hanya air,tapi suara burung saja bisa digunakan. Suara mereka terdengar seperti variasikeharmonisan nada,” ujarnya sembari mengumandangkan potongan lirik laguberjudul ‘Berlayar’, yang diciptakannya dari suara burung Sokope.
Opa John mengatakan, tanpa itupun sebenarnya nada indah bisa dibuat. Yangterpenting menurutnya adalah mencipta dengan ketulusan hati. “Itu khasana dariinspirasi. Intinya segala sesuatu harus bersumber dari hati. Pasti hasilnyasempurna,” ungkapnya haru sembari menempelkan telapak tangan di dadanya.
Berangkat dari inspirasi yang tergolongunik, sejumlah lagu ciptaan komponis ini menarik perhatian tersendiri daripenikmat musik. Bukti nyatanya adalah dengan dibukukannya sejumlah karya lagurohani terbaik Mapaliey oleh Badan Pekerja Sinode Gereja Masehi Injili diMinahasa (BPS GMIM).
Kumpulan lagu ini berjudul ‘Sahabat Kita’. Buku ini sendiri diterbitkan dalamdua edisi. Dimana edisi yang pertama berisi 60 lagu total ciptaanya. Sedangkanedisi yang kedua berjumlah 32 lagu, 29 diantaranya adalah karya lagu paduansuara ciptaan Mapaliey.
Selain itu, karya-karya Mapaliey jugasempat mendapatkan sebuah penghargaan besar. Pada tangal 9 Juni 2010 diSurabaya, Opa John memperoleh piagam penghargaan dari Museum Rekor Indonesia(MURI) sebagai Tunanetra Pencipta Lagu Terbanyak.
Saat menerima pengargaan ini, ia merasa terharu. Opa John mengaku penghargaanini dipersembakan kepada Sang Pencipta dan keluarga yang selalu mendukungnya.
“Ini hasil dari karunia yang diberikan Tuhan,” akunya.
Yah, komponis ini adalah seorangTunanetra. Saat berusia 6 tahun 8 bulan 3 minggu, Mapaliey mengalami kebutaanyang diakibatkan oleh penyakit mata yang tidak dapat diobati. Hal ini tidakserta merta membuatnya menerima keadaan dan putus asa. Pada tahun 1972 Mapalieybelajar membaca dari huruf braille pada Program Pembangunan Prasarana KotaTerpadu (P3KT) di Manado.
Di tengah kesibukannya sebagai pencipta, pada taun 1973, Mapaliey meminangseorang gadis bernama Neltje Mamentu. Dengan keharmonisan dan saling pengertianyang dijalin, saat ini telah dikarunia 3 orang anak yang bernama Sutria, David danNelva.
Sebagian besar karyanya memang mengena dan mempengaruhi pendengar, seolahterbawa dalam alunan nada dan setiap lirik yang disatukan. Opa Johnmembeberkan, itu bisa terjadi karena lagu yang diciptakannya bersumber darijeritan hati seseorang yang lemah.
“Saya membuat lagu dari hati. Bekeng manangis kata dorang bilang,” ungkapMapaliey.
Saat ditanya motivasinya dalam membuatkarya, Opa John mengaku ada dorongan kuat dari dalam dirinya sehingga iatermotivasi untuk memberi. Baginya memotivasi merupakan sesuatu yang sangatpenting.
“Biarpun saya buta, tapi keinginan untuk berbakti dengan karya tidak bisadibendung. Terserah pandangan orang, yang penting saya termotivasi untukmemotivasi,” bebernya.
Diakhir perbincangan, Sang Maestro Tunanetra ini menyampaikan harapannya kepadaseluruh masyarakat luas. Ia bahkan menantang setiap orang untuk membuktikankaryanya dalam bidang apa saja yang digeluti. Menurutnya, terkadang sikapminder mengerangkeng imajinasi dan proses kreatif.
“Harapan saya, mengapa tidak kita semua berkarya. Buktikan kepada dunia kitabisa. Toh kita semua sama. Jangan takut dan malu karena di setiap kekuranganpasti tersisip berjuta kelebihan,” pungkasnya.