MARI JO TORANG BAKU BEKENG PANDE

Kita Sadar Kalo Kita pe Pengetahuan tentang Tareran dan Minahasa Umumnya masih kacili skali...soitu kita mulai belajar dan cari sumber sumber yang bisa membantu...dibawah ini adalah sebagian informasi yang kita dapat yang kita ingin berbage deng samua kawanua...

Tuesday, November 16, 2010

Nilai Historis dan Filosofis Yang Tersimpan di Gunung Tareran“Taar Era dan Nialeran”


Nama seseorang atau nama sebuah tempat di Minahasa, memiliki arti khusus atau menyimpan sebuah makna, pesan hidup bagi Tou (orang) Minahasa. Biasanya itu berhubungan dengan peristiwa tertentu atau ‘pengetahuan’ leluhur.

Wilayah pegunungan Tareran yang kini berada di wilayah Kabupaten Minahasa Selatan, bagi Tou Minahasa juga menyimpan banyak kisah historis tentang heroisme Tou Minahasa. Sejumlah nilai kultural warisan leluhur Minahasa dipercaya masyarakat, banyak yang terpatri di pegunungan ini, baik dalam situs, nama tempat dan sebagainya.

Desa-desa yang kemudian mengitari pegunungan Tareran ini dikenal dengan daerah Kecamatan Tareran. Bagi masyarakat Tareran, nama Tareran menyimpan makna historis maupun filosofis yang dalam. 

Salah seorang tokoh masyarakat yang ada di desa Rumoong Atas Kecamatan Tareran, Dolfie Karundeng menuturkan, kata Tareran ini sendiri memiliki banyak versi dalam masyarakat Tareran.
“Memang banyak versi tentang arti kata Tareran. Ada yang bilang kata itu diambil dari cerita asal usul penduduk Tareran, Lipan dan Konimpis. Dalam versi ini diceritakan bahwa dua kakak beradik ini pernah berjanji di atas bukit di wilayah pegunungan Tareran, untuk tidak lagi berperang. Pesan penting yang sangat teologis bagi generasi mereka kemudian, hingga kita saat ini, jangan lagi kita terlibat perang atau pertikaian,” kata salah satu dari beberapa tokoh penyusun sejarah Desa Rumoong Atas ini.

Menurut Karundeng, pesan tersebutlah yang kemudian dikenal dengan ‘Taar Era’. Dari kata Taar Era inilah muncul kata Tareran. “Itu salah satu versi yang sempat saya dengar. Waktu penyusunan sejarah desa dulu, kita ada 11 orang tokoh masyarakat yang mendiskusikan tentang cerita ini. Kita semua kemudian sampai pada keputusan bersama bahwa cerita itu harus diterima sebagi warisan dari leluhur, yang sudah diceritakan turun-temurun hingga ke telinga kita, melalui oma dan opa,” terangnya.

Versi yang lain yang diceritakan para tetua di Desa Rumoong Atas, wilayah pegunungan itu diberi nama Tareran karena dahulu di zaman Minahasa masih berperang dengan Kerajaan Mongondow, gunung itu salah satu benteng pertahanannya orang Minahasa.
“Di satu masa, para tentara kerajaan Mongondow terus berupaya melakukan penetrasi ke wilayah pedalaman Minahasa. Wilayah pegunungan Tareran ini kemudian dijadikan benteng pertahanan untuk menghambat pasukan Mongondow masuk dari arah Selatan. Untuk menakuti orang-orang Mongondow yang masuk ka tanah kita, para waraney (ksatria) yang berjaga di wilayah ini sengaja mengumpulkan kepala-kepala musuh yang menjadi korban perang di wilayah Pinamorongan kini, kemudian menjejerkan di atas gunung. Dari situ, gunung itu kemudian dikenal mereka dengan gunung “Nialeran” atau gunung tempat da kase ba la’ler (jejer) akang kepala-kepala musuh. Versi ini menyimpan pesan tentang heroisme Tou Tareran dalam usaha mempertahankan tanah dan adat kita,” jelas Karundeng.

Jadi menurutnya, jika dilihat dari versi ini, kata Tareran tidak ada hubungan dengan cerita Lipan dan Konimpis.
Karundeng menegaskan, perbedaan versi cerita ini sesungguhnya bukan persoalan. “Beragam versi cerita tentang Tareran itu bukan persoalan tapi jutru kekayaan yang harus kita terima. Karena dari setiap kisah itu tersimpan banyak nilai ke-Minahasa-an yang penting bagi generasi sekarang ini. Tapi yang terutama juga, sebagai orang Tareran, kita harus bisa menjelaskan kepada orang lain ketika mereka bertanya, apa itu arti kata Tareran,” tandasnya.

No comments:

Post a Comment

In Memoriam My Lovely Dog "LOU" Good Bye Buddy I Love You...!!!