MARI JO TORANG BAKU BEKENG PANDE

Kita Sadar Kalo Kita pe Pengetahuan tentang Tareran dan Minahasa Umumnya masih kacili skali...soitu kita mulai belajar dan cari sumber sumber yang bisa membantu...dibawah ini adalah sebagian informasi yang kita dapat yang kita ingin berbage deng samua kawanua...

Tuesday, November 16, 2010

PEGUNUNGAN TARERAN

Pegunungan Tareran adalah suatu daerah dataran tinggi bagian selatan tanah Minahasa di semenanjung bagian utara Sulawesi. Wilayah Pegunungan ini terletak di sisi sebelah utara sungai Rano i Apo serta di sebelah barat Pegunungan Soputan. Pada masa dahulu, pegunungan tareran masih merupakan hutan rimba dan belum dihuni oleh suku-suku di tanah Minahasa. Sesuai dengan musyawarah pembagian wilayah untuk anak suku malesung ( Minahasa ) pertama yang berlangsung di Watu Pinawetengan, wilayah pegunungan Tareran merupakan wilayah pembagian dari anak suku Tountemboan yang waktu itu telah menetap diselitar Gunung Soputan bagian utara seperti di pakasaan Tounkimbut dan pakasaan Tounpaso.
Sejak terjadinya pertempuran tapal batas antara Minahasa dan Bolaang Mongondow, pegunungan Tareran ini mulai dilirik dan diperebutkan oleh kedua suku bangsa yang bertikai itu karena merupakan daerah strategis untuk mencapai kemenangan dalam pertempuran. Bagi kerajaan Bolaang Mongondow yang telah menguasai wilayah Minahasa bagian selatan, maka Pegunungan Tareran merupakan batu lompatan untuk menyerbu tanah Minahasa bagian tengah. Sebaliknya bagi pasukan Minahasa, Pegunungan Tareran merupakan wilayah stategis bagi pertahanan mereka dan benteng utama untuk menghadang laju ekspansik kerajaan Bolaang Mongondow ke tanah Minahasa.
Setelah pasukan Malesung yang terdiri dari orang-orang gunung [ Tountemboan, Tombulu ] dibawah pimpinan para tonaas yang berpusat di Neg’ri Tumompaso, dapat menghalau orang-orang Mongondow di wilayah pertempuran daerah bagian timur dan selatan kaki Gunung Soputan, maka orang-orang Mongondow dan pasukan kerajaan, mencari jalan lain untuk memenuhi keinginan mereka meebut dan menduduki tanah Pegunungan Minahasa bagian tengah yang subur. Usaha ini merupakan rencana dari Raja Mongondow pada waktu itu untuk memperluas wilayah kekuasaan dengan mengirimkan tambahan pasukan kerajaan untuk membantu usaha dan keinginan orang-orang Mongondow agar tak lagi gagal seperti pada waktu-waktu yang lalu.
Mereka lalu menyebrang sungai Rano i Apo menuju ke arah timur yaitu menuju ke pegunungan yang disebut Kuntung / Bukit Tareran. Orang-orang Mongondow lalu mendirikan pemukiman dan markas / benteng pertahanan di wilayah yang kemudian dikenal dengan nama Pinamorongan sekarang konon berasal juga dari nama jenis topi adt ( porong ) yang biasa dipakai oleh orang-orang Mongondow pada waktu itu. Begitipun nama desa tetangga Pinamorongan yaitu desa Kapoya yang konon juga berasal dari kata Kopiah yaitu jenis Topi ( Porong ) yang selalu dipakai orang-orang Mongondow didaerah itu. Sebab pada masa dahulu daerah pinamorongan dan kapoya merupakan dua wilayah yang berada di kaki Pegunungan Tareran yang sempat dikuasai oleh pasukan kerjaan Mongondow.
Mengetahui hal tersebut, para tonaas-tonaas dan walian-walian serta beberapa teterusan yang biasanya berkumpul di negri Tumompaso merasa terancam atas gerakan pasukan dan orang-orang dari Kerajaan Bolaang Mongondow itu. Seperti biasanya, para tonaas, walian dan teterusan lalu berkumpul untuk mengadakan musyawarah kembali di dekat Watu Pinawetengan. Tujuan dari musyawarah itu untuk menyusun strategi perlawanan baru dalam mempertahankan tanah leluhur mereka.
Para pengintai pasukan malesung yang dikirim untuk menyamar menjadi pedagang di pesisir pantai Amurang melihat pengerakan pasukan kerajaan Bolaang Mongondow menuju ke arah Pegunungan Tareran dengan kekuatan pasukan yang besar. Dan yang lebih mencurigakan lagi bahwa tak seperti biasanya pasukan ini dipimpin langsung oleh panglima pasukan kerajaan yaitu Bogani Bantong.
Biasanya Bogano Bantong sebagai panglima pasukan kerajaan akan mengatur setiap serangan dari dalam markas mereka diseberang kuala Rano i Apo. Berdasarkan kecurigaan inilah para pengintai pasukan malesung lalu melapor ke markas pasukan Malesung di Tounpaso di bawa pimpinan Tonaas Kariso.
Melihat gelagat pasukan kerajaan Bolaang Mongondow itu, para tonaas dan teterusan di undang datang ke markas mereka di Tounpaso guna menyusun kembali strategi menghadap tatik baru dari kerajaan Bolaang Mongondow. Dengan diperkuat oleh keterangan dari pengintai, maka para tonaas yang berada di markas pertahanan Tounpaso tergerak untuk secepatnya mengerahkan pasukannya ke wilayah Pegunungan Tareran. Tetapi berbagai kendala menghadang maksud mereka. Untuk itu paa tonaas-tonaas kembali mengadakan musyawarah di dekat Watu Pinawetengan di kaki Gunung Soputan.
“ saudara-saudara para tonaas wangko, para walian dan kepala walak dan teterusan, terimah kasih atas kesediaan saudara untuk berkumpul lagi di neg’ri kami. “ Ujar Tonaas Kariso kepada para Tonaas dari berbagai daerah Tountemboan yang sudah memadati markas pertahanan Tunpaso.
“ saya memanggil saudara-saudara untuk membahas suatu masalah besar menyangkut pergerakan yang baru dari orang-orang Mongondow “ ujar Tonaas Kariso.
“ memang kita telah berhasil menghalau mereka di wilaya Tounsawang, Passanbangko dan Ponosakan tetapi mereka tidak jera juga, bahkan mereka mencari jalur lain untuk menduduki daerah kita,“ Kata Tonaas Kariso berdiam sejenak.
“ jalur yang mereka incar adalah wilayah dataran tinggi di pegunungan di sebelah utara Gunung Soputan yaitu sebuah pegunungan yang berada di sebelah barat pakasaan Tounkimbut. Daerah itu belum diberi nama karena tidak terdapat pemukiman penduduk disana. Bagaimana pendapat saudar-saudara.” Tonaas Kariso lalu memandang para tonaas yang hadir dan mengharapkan masukan bagi persoalan yang di hadapi.
Mendengar penuturan Tonaas Kariso, para Tonaas, walian dan kepala walak terdiam karena terbawa dengan pikirannya masing-masing. Tiba-tiba berdirilah Tonaas Rotie dari antara tonaas yang sedang duduk di rerumputan.
“ Tonaas Kariso……memang kita harus menyusun rencana untuk menghadang mereka, tapi neg’ri yang akan mereka incar adalah neg’ri yang sukar untuk di lewati dari daerah ini. “kata Tonaas Rotie memberikan pendapatnya.
“ Perjalanan untuk menembus hutan belantara ke arah Kuntung ( bukit ) itu pasti memakan waktu yang tidak sedikit. Lagi pula….. kita tak mengenal dengan baik keadaan daerah yang akan kita pertahankan itu “ lanjutnya.
Tonaas Rotie adalah Dotu dari pakasaan Langkowan yang sangat terkenal akan kesaktiannya. Ia merupakan salah seorang tonaas yang memimpin penyerangan terhadap pasukan kerajaan Bolaang-Mongondow diperbatasan Langkowan dan Tounpaso yang sebelumnya sering juga mengembara hingga ke beberapa daerah pakasaan Tonsea dan pesisir pantai Banua-Wenang. Ia datang dalam pertemuan itu bersama pengikutnya Tonaas Mawole.
Mendengar pemaparan Tonaas Rotie itu, beberapa tonaas lainnya saling pandang dan terdiam. Suasana musyawarah menjadi agak lambat dan terkesan akan mengalami kebuntuan. Tonaas Mamarimbing yang sejak semula hanya berdiam diri saja, tiba-tiba didekati oleh Sage yang membisikan sesuatu di telinganya. Tonaas Mamarimbing mengangguk-anggukan kepalanya tanda ia mengerti apa yang dibisikan Sage itu.
“ saudara-saudara, memang daerah itu tersebut agak sukar untuk dikunjungi dari daerah Tounpaso, tetapi bila kita melewati jalur pakasaan Tounkibut, mungkin hal itu tidak terlalu sukar. Karena wilayah itu masih termasuk wilayah pakasaan Tounkimbut yang belum didiami, tetapi di sekitar pegunungan itu sering juga menjadi tempat perburuan penduduk bahkan saya dengar ada dua kakak beradik yang selalu berburu didaerah tersebut bahkan mendiami sekitar bukit itu. “ Kata Tonaas Mamarimbing.
“ Ya nama mereka kalau tidak salah adalah Lipan dan Konimpis “. Kata Tonaas Panderoit memperkuat keterangan Tonaas Mamarimbing. Pernah juga mendengar sepak terjang kedua kakak beradik itu yang konon mempunyai kesaktian yang tinggi.
“ saya pernah juga mendengar sepak terjang kedua kakak beradik itu, khususnya Lipan. Dia adalah seorang pemburu yang handal dan sakti, mempunyai tubuh yang besar serta perangainya yang kasar. Oleh sebab itu tak ada orang yang berani mendirikan pemukiman di daerah tersebut “. Kata Tonaas Kopero meyakinkan.
Mendengar keterangan Tonaas Kopero itu, beberapa Tonaas dan peserta musyawarah menjadi kuatir dan merasa agak cemas apabila rencana mereka mempertahankan wilayah itu dari penduduk orang-orang Mongondow terhambat gara-gara sepak terjang dari kakak beradik, terutama Lipan. Kecemasan yang menghinggapi para tonaas itu membuat Tonaas Mamarimbing tanpa rasa takut mengajukan diri untuk menuju ke daerah itu.
“ Saudara-saudara, izinkanlah saya bersama-sama Seke’ dan Pisek untuk menyelidiki daerah pegunungan itu. Kami akan mencoba melalui jalur yang biasanya dilalui oleh para pemburu, kami dari arah Tongkibut. “ kata Tonaas Mamarimbing meyakinkan mereka.
“ soal sepak terjang kedua kakak-beradik tersebut, serahkan kepada kami bertiga untuk mendekati mereka. “ kata Tonaas Mamarimbing melanjutkan perkataannya.
Usulan dari Tonaas Mamarimbing itu membuat para tonaas mereka lega dan langsung saja usulan itu mendapat persetujuan dari mereka. Mereka sangat yakin bahwa dengan pengalaman dan kesaktian yang dimiliki oleh ketiga tonaas dari pakasaan Tounkimbut itu, tentu saja aku sanggup menghadapi kedua kakak-beradik yang sangat mereka takuti itu. Dengan persetujuan dari para peserta musyawarah itu, Tonaas Kariso lalu memberikan sebuah usulan yang sangat penting dan merupakan suatu strategi yang perlu di pertimbangkan oleh peserta musyawarah.
“ Terima kasih atas kesediaan Tonaas Mamarimbing untuk pergi menyelidiki tempat tersebut. Tetapi saya mengusulkan ada baiknya kita juga mendirikan pemukiman baru di daerah tersebut. Pendirian pemukiman baru ini merupakan bagian dari strategi kita dan sebagai tanda kepada orang-orang Mongondow bahwa daerah itu memang milik kita yang diwariskan oleh para leluhur kita, sehingga mereka dapat mengurungkan niatnya memasuki wilayah pegunungan itu “. Tonaas Kariso terdiam sejenak.
“ Apabila kita telah mempunyai pemukiman di sekitar bukit itu, kita akan lebih mudah untuk menyusun rencana menghadang pergerakan orang-orang Mongondow yang tetap ingin menduduki daerah pegunungan itu. Pemukiman baru yang kita dirikan akan menjadi bukti bahwa tanah itu milik kita yang diwariskan oleah nenek moyang kita “. Kata Tonaas Kariso dihadapan para peserta musyawarah.
“ Pendapat Tonaas Kariso sangat baik sekali. Terapi siapakah yang bersedia untuk mendirikan pemukiman di tempat itu…? “ tanya pelandi dengan muka yang serius memandang ke arah utara tempat daerah itu berada. Para tonaas terdiam. Masing-masing memikirkan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi itu. Tak beberapa kemudian, Tonaas Rotie maju ke depan di dekat Tonaas Mamarimbing.
“ Saya mendengar bahwa penduduk di daerah yang tertimpa bencana alam di sekitar tempat kediaman Tonaas Mamarimbingingin mencari pemukiman baru. Ada baiknya Tonaas Mamarimbing mencoba mengajak mereka untuk mendirikan perkampungan di sekitar perkampungan itu…” Kata Tonaas Rotie memecah keheningan. Beberapa tonaas yang hadir di pertemuan tersebut menganguk-anggukan kepala tanda persetujuannya sambil memandang Tonaas Mamarimbing dengan penuh harap. Mendengar usulan dan harapan para tonaas terhadap dirinya, Tonaas Mamarimbing terdiam sejenak seperti sedang memikirkan sesuatu.
“ Baiklah, saudara –saudara…..memang sebagian penduduk termaksud keluarga saya berniat untuk mencari pemukiman baru. Mereka sedang menunggu kepulangan saya dari tempat ini untuk membahas tentang pencarian pemukiman baru itu. Untuk itu saya akan mencoba menyampaikan usulan ini kepada para penduduk khususnya keluarga saya agar mendirikan pemukiman baru di pegunungan itu. “ Kata Tonas Mamarimbing.
“ mereka akan saya ajak untuk berangkat bersama-sama dengan kami bertiga untuk menuju ke daerah pegunungan sebelah barat Tounkibut. “ Kata Tonaas Mamarimbing memberikan harapan kepada peserta yang hadir di tempat itu.
“ Ma’abe…” tiba-tiba Tonaas Kopero berdiri daari tempat duduknya dan mensekati Tonaas Mamarimbing.
“ Saya dan Pandeirot akan menemani saudara- saudara untuk menuju ke wilayah pegunungan itu “. Ia lalu melirik kepada Tonaas Pandeirot yang sedang bersandar pada sebuah batang pohon sambil menganguk-angguk tanda setuju.
“ kami juga ingin akan membantu mendirikan perkampungan di sekitar pegunungan itu Dn menyelidiki daerah itu untuk mencari jalan bagi kedatangan pasukan kita kelak “ Kata Tonaas Kopero menawarkan diri.
Mendengar kesediaan Tonaas Mamarimbing dan Tonaas Kopero itu para tonaas menyambut dengan gembira. Akhirnya musyawarah para tonaas itu menghasilkan kesepakatan bahwa untuk mempersiapkan rencana menghadang ( mataranak ) suku Mongondow agar tidak memasuki lebih jauh ke wilayah pedalaman Minahasa, maka di putuskan untuk mengirim beberapa orang Tonaas yang berasal dari Tounkibut dengan pertimbangan bahwa wilayah itu masih termaksuk bagian wilayah pakasaan Tounkibut. Mereka adalah Tonaas Mamarimbing (maabe), Palandi (pisek) dan Sage (seke’) yang mempunyai keahlian masing-masing dan di bantu oleh Tonaas Kopero dan Pandeirot dengan tugas untuk menyelidiki dan mendirikan pemukiman baru di daerah yang diincar suku Mongondow itu.
Musyawarah juga menetapkan strategi baru untuk melawan orang-orang Mongondow dalam upaya mereka menduduki daerah sekitar puncak (kuntung) Tareran yang belum berpenghuni, yaitu bahwa orang-orang gunung (tounwuntu) harus menduduki daerah tersebut terlebih dahulu dan mendirikan pemukiman serta mempersiapkan markas pertahanan bagi pasukan Malesung tugas ini di serahkan kepada tiga Tonaas yang mempunyai keahlian masing-masing yaitu Tonaas Mamarimbing, Palandi dan Sage ke wilayah Kuntung Tareran. Tonaas Mamarimbing adalah seorang yang ahli strategi perang dan dapat menterjemahkan tanda-tanda binatang khususnya burung Manguni. Palandi adalah seorang yang ahli memanggil burung (sumoring) dan meniruhkan suara burung (soring). Sedangkan Sage adalah seorang pemuda yang ahli memasang patok (pasek). Sebab pada saat duhulu untuk memasang patok yang baik untuk tempat pemukiman, batas kebun dan wilayah tidak boleh sembarangan dan harus mengetahui tata letaknya.
Palandi dan Sage selalu bersama-sama dengan Tonaas Mamarimbing dalam menghadapi segala sesuatu yang terjadi di tengah penduduk. Dimana ada Tonaas Mamarimbing, disitipun ada Palandi dan Sage. Sehingga ketiga Tonaas ini di sebut sebagai Dotu tiga serangkai yaitu Ma’abe, Seke’ dan Pisek.
Tugas mereka adalah untuk menyelediki dan menduduki terlebih dahulu wilayah sekitar Kuntung Tareran serta mengusahakan untuk mendirikan pemukiman baru Tountemboan di daerah sekitar Kuntung Tareran yang belum berpenghuni. Disamping itu mereka di tugaskan mempelajari dan menyelidiki wilayah sekitar Kuntung Tareran yang akan dijadikan tempat penghadangan (mataranak) serta daerah yang cocok sebagai pusat pertahanan terhadap gerakan ekspansi dari suku Mongondow ini agar tidak lebih jauh memasuki wilayah pedalaman Minahasa.
Dengan strategi tersebut maka Tonaas Mamarimbing [Dotu Ma’abe] lalu mengajak sanak saudara dan keluarganya yang masih merupakan satu taranak (keturunan darah/keluarga) yang berada di pakasaan Tounkimbut yang baru saja tertimpa bensana alam untuk bersama-sama menuju daerah pemukiman baru di wilayah sekitar pegunungan sebelah barat Pakasaan Tounkibut yang kemudian di kenal dengan nama Pegunungan Tareran sesuai dengan hasil kesepakatan para tonaas di Tounpaso.
Tugas pertama itu mendirikan pemukiman barupun dilaksanakan. Pemukiman baru suku Tountemboan itu lalu dinamakan Lansot yaitu nama yang diambil dari nama pohon Lansat [ sejenis duku ] yang banyak tumbuh di sekitar pemukiman tersebut. Setelah pendirian pemukiman baru Tountemboan berhasil didirikan, para tonaas mulai menyelidiki daerah sekitar pegunungan sebelah barat Kuntung Tareran. Penyelidikan dan menelusuran wilayah di sekitar bukit Tareran mendapat bantuan dari para penduduk setempat yang baru bermukim di tempat itu dan lambat laun juga telah mengenal daerah disekitar Kuntung Tareran. Penduduk terasa terikat dan wajib mempertahankan tanah leluhur Tountemboan dari serbuan musuh dibawah pimpinan Tonaas Mamarimbing. Untuk mencukupi kebutuhan para tonaas dan prajuritnya yaitu para Warany [ Tountemboan ] dan Waraney [ Tombulu & Tolour ] yang akan datang dari segala penjuru tanah Minahasa, penduduk mulai menyiapkan logistik serta melakukan persiapan pemukiman sebagai markas untuk para tonaas dan pengikutnya [Waraney/Warany].
Dalam melaksanakan tugas mereka, seringkali ketiga tonaas itu harus bermukim dan bermalam sementara di daerah yang di namakan Lowian yaitu tanah dataran [lopana] sebelah barat laut pemukiman Lansot dimana tempat itu ditumbuhi sebuah pohon beringin besar yang disebut penduduk Lowyang [lowian].
Tempat ini dipillih para tonaas untuk menjaga segala sesuatu yang mungkin saja terjadi dan mengancam permukiman penduduk desa tersebut. Tempat inilah yang kemudian dipilih sebagai pemukiman para tonaas dan pengikutnya yang akan datang menghadang ekspansi suku Mongondow.
Setelah mempelajari dengan seksama daerah sekitar kuntung Tareran itu, maka disimpulkan di kaki bukit di sebelah barat (berdirinya desa Wuwuk sekarang) adalah tempat yang sangat ideal (lokasi yang sangat cocok/kasama’an) untuk mengepung dan menghadang (mataranak) usaha Mongondow memasuki pedalaman Minahasa. Daerah itu di kelilingi / diapit oleh bukit-bukit dan pohon-pohon yang lebat. Sedangkan untuk tempat pemukiman sementara para Tonaas dan Pasukannya [Warany & Waraney] yang akan menghadapi orang-orang Mongondow, telah disiapkan di daerah sekitar pohon lowian yang bisa dipakai bermalam oleh ketiga tonaas itu. Tempat untuk pemukiman tersebut telah di psangi patok-patok [pasek] oleh Sage [Seke’] yang merupakan ahli pemasangan patok, sebagai batas pemukiman bagi prajurit dan tonaas agar tidak terlihat oleh musuh dan tidak menganggu pemukiman penduduk Lansot yang beada di sebelah timur tenggara daerah Lowian. Daerah Lowian inilah cikal bakal berdirinya ro’ong (kampung) Rumoong Atas sekarang.

No comments:

Post a Comment

In Memoriam My Lovely Dog "LOU" Good Bye Buddy I Love You...!!!